Monday, May 8, 2017

3 Hal Penyebab Tutupnya Sevel

3 Hal Penyebab Tutupnya Sevel


Artikel New York Times pernah menceritakan tentang fenomena menjamurnya Seven Eleven yang menjadi tempat nongkrong favorit kaula muda. Akan tetapi pada awal tahun 2017 sebanyak 30 gerai Sevel ditutup. Berikut 3 alasan mengapa Sevel Tutup.

Larangan Penjualan Minuman Beralkohol

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol. Aturan tersebut mulai berlaku efektif 17 April 2015. Akibatnya terjadi penurunan penjualan akibat larangan penjualan minuman beralkohol itu, dan menurunnya permintaan terhadap snack alias camilan, beberapa gerai Sevel terpaksa ditutup karena tidak mencapai target penjualan. Minol juga merupakan salah satu penymbang terbesar dari penjualan Sevel karena nilai tambah yang tinggi.

Ketatnya Persaingan Convenience Store

Sevel pada awal kemunculannya menjadi fenomena yang menarik, bahkan seperti yang telah diceritakan diawal bahkan telah diliput media asing sekelas New York Times. Hal ini mengundang perusahaan lain untuk terjun di dalam konsep bisnis yang sama. Ketika pertama kali hadir, Sevel praktis hanya bersaing dengan Circle K. Sejak 2011 saingan Sevel bertambah. Lawson, yang juga merupakan toko kelontong asal Jepang dengan konsep mirip Sevel, masuk ke Indonesia pada 2011.Ada juga Family Mart yang masuk Indonesia pada tahun 2013. Gerai-gerai milik Family Mart terhitung sedikit dari segi jumlah. Tetapi harga yang dibanderol lebih murah dari Sevel dan ia punya gerai dengan ukuran yang jauh lebih besar dari Sevel. Selain itu juga Indomaretpun akhirnya mengeluarkan Indomaret Point untuk ikut bermain dalam segmen ini.

Laju Pertumbuhan Konsumsi yang melambat Sejak Tahun 2015

Semenjak Pertama kali muncul Sevel melakukan Ekspansi besar besaran, lebih dari 20 gerai dibuka setiap tahun pada awal kemunculannya. Akan tetapi pada saat itu keadaan ekonomi sedang membaik. Sejak tahun 2015 laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,96% pada pendapatan domestik bruto (PDB) 2015 merupakan terendah sejak 2012. Kendati ada perbaikan di kuartal terakhir, ekonomi Indonesia sepanjang 2015 tetap mengalami perlambatan dibandingkan 2014 dari 5,02% menjadi 4,79%. Pertumbuhan itu diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku Rp11.540,8 triliun dan PDB per kapita Rp45,2 juta atau US$3.371,1. Hal ini berrdampak pada beberapa perusahaan ritel. Tidak hanya Sevel, Hypermart, Hero dan Giant juga mengalami penurunan penjualan sejak tahun tersebut.



sumber gambar: kumparan.id
loading...

No comments:

Post a Comment