3 Hal Penyebab Tutupnya Sevel
Artikel New York Times pernah menceritakan tentang fenomena
menjamurnya Seven Eleven yang menjadi tempat nongkrong favorit kaula muda. Akan
tetapi pada awal tahun 2017 sebanyak 30 gerai Sevel ditutup. Berikut 3 alasan
mengapa Sevel Tutup.
Larangan Penjualan Minuman Beralkohol
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.
06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan,
Peredaran, dan Penjualan Minol. Aturan tersebut mulai berlaku efektif 17 April
2015. Akibatnya terjadi penurunan penjualan akibat larangan penjualan minuman
beralkohol itu, dan menurunnya permintaan terhadap snack alias camilan,
beberapa gerai Sevel terpaksa ditutup karena tidak mencapai target penjualan. Minol
juga merupakan salah satu penymbang terbesar dari penjualan Sevel karena nilai
tambah yang tinggi.
Ketatnya Persaingan Convenience Store
Sevel pada awal kemunculannya menjadi fenomena yang menarik,
bahkan seperti yang telah diceritakan diawal bahkan telah diliput media asing
sekelas New York Times. Hal ini mengundang perusahaan lain untuk terjun di
dalam konsep bisnis yang sama. Ketika pertama kali hadir, Sevel praktis hanya
bersaing dengan Circle K. Sejak 2011 saingan Sevel bertambah. Lawson, yang juga
merupakan toko kelontong asal Jepang dengan konsep mirip Sevel, masuk ke
Indonesia pada 2011.Ada juga Family Mart yang masuk Indonesia pada tahun 2013.
Gerai-gerai milik Family Mart terhitung sedikit dari segi jumlah. Tetapi harga
yang dibanderol lebih murah dari Sevel dan ia punya gerai dengan ukuran yang
jauh lebih besar dari Sevel. Selain itu juga Indomaretpun akhirnya mengeluarkan
Indomaret Point untuk ikut bermain dalam segmen ini.
Laju Pertumbuhan Konsumsi yang melambat Sejak Tahun 2015
Semenjak Pertama kali muncul Sevel melakukan Ekspansi besar
besaran, lebih dari 20 gerai dibuka setiap tahun pada awal kemunculannya. Akan tetapi
pada saat itu keadaan ekonomi sedang membaik. Sejak tahun 2015 laju pertumbuhan
konsumsi rumah tangga sebesar 4,96% pada pendapatan domestik bruto (PDB) 2015
merupakan terendah sejak 2012. Kendati ada perbaikan di kuartal terakhir,
ekonomi Indonesia sepanjang 2015 tetap mengalami perlambatan dibandingkan 2014
dari 5,02% menjadi 4,79%. Pertumbuhan itu diukur berdasarkan Produk Domestik
Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku Rp11.540,8 triliun dan PDB per kapita
Rp45,2 juta atau US$3.371,1. Hal ini berrdampak pada beberapa perusahaan ritel.
Tidak hanya Sevel, Hypermart, Hero dan Giant juga mengalami penurunan penjualan
sejak tahun tersebut.
loading...
No comments:
Post a Comment