Wednesday, August 16, 2017

Q1 dan Q2: Menurunnya Daya Beli Masyarakat dan Tutupnya Hypermart

Q1 dan Q2: Menurunnya Daya Beli Masyarakat dan Tutupnya Hypermart

Menurunnya Daya Beli Masyarakat

kondisi pasar swalayan yang sepi pengunjung

Kinerja Industri Pada kuartal 1 dan 2 cukup buruk. Ketua Umum APRINDO Roy Mande mengungkapkan, lebih kurang untuk bulan April hanya tumbuh 4,1%, namun di Mei turun 3,6%. Angka tersebut didapat dari 5 format retailer, yakni minimarket, supermaret, hypermarket, departement store dan wholesale atau kulakan. Sedangkan untuk tahun lalu, bulan Mei 2016  tumbuh 11,1%.  Salah satu hal yang diisukan menjadi penyebabnya adalah penuruan daya beli masyarakat. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan saat ini penjualan ritel mengalami penurunan karena daya beli masyarakat yang melemah.Penjualan ritel pada Juni hanya tumbuh 3-4% secara tahunan. Ia merinci, penjualan supermarket dan hypermarket masing-masing turun 11,5 persen dan 12,2%. Sedangkan minimarket turun 1,3%. Saat Ramadan – Lebaran kemarin, penjualan retail di luar belanja lewat online, hanya naik 5-6% dibandingkan bulan lainnya. Padahal pada momen yang sama tahun lalu, naik hingga 16,3%. Aprindo memperkirakan penjualan ritel sepanjang 2017 hanya akan tumbuh 5-6%, lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 9,2%.

Bukan Penuruan, Melainkan Pergeseran

industri jasa pengiriman naik pada Q1 dan Q2

Akan tetapi selama mudik Lebaran ini, penumpang yang terbang dari 13 bandara yang dikelola Angkasa Pura II naik sekitar 11 persen, dan kenaikan 25 persen penumpang di Bandara Halim Perdanakusuma.
Menurut Rhenald Kashali hal ini bukanlah penurunan melainkan shifting pola belanja masyarakat beliau  menyoroti data sektor konvensional tutupnya 7-Eleven, supermarket-supermarket besar yang tengah sulit menghadapi perbaikan distribusi oleh produsen besar sampai sepinya perdagangan di Harco Glodok, Mangga Dua, bahkan Pasar Tanah Abang, serta Electronic City yang dulu ramai.   
Namun di sisi lain, pihaknya juga mengecek data di sektor non konvensional, di mana perusahaan-perusahaan start up di bidang fintech dan ritel justru mendulang untung besar atau mengalami kenaikan penjualan. Data-data perputaran uang dalam bisnis non konvensional, di bidang logistik yang biasa disebut di situs-situs belanja online, semisal JNE atau JNT yang mencatatkan pengiriman barang sangat signifikan."Yang mengagetkan saya adalah perubahan pola penyaluran barang dan sentra pengiriman. Harus diakui shifting (pergeseran) yang tengah terjadi (konvensional ke non konvensional) sangat berdampak pada semua pemain lama," Rhenald menerangkan.
Kata Rhenald, lihat saja komoditi beras dan bahan-bahan pokok yang dibeli para pedagang dan konsumen di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi berasal dari toko online, seperti Tokopedia dan Bukalapak.
"Barang-barang pangan ini bukan lagi diambil dari sentra-sentra konvensional yang selama ini kita kenal. Petanya telah berubah. Perbaikan jalan tol, tol laut, pelabuhan, dan bandara baru telah membuat rezeki beralih dari pedagang besar di Jakarta, Bandung, dan Surabaya ke berbagai daerah. Dari pengusaha besar ke ekonomi kerakyatan," terangnya.

Tutupnya Hypermart

konsep foodmart primo 


Dampak dari penurunan daya beli pada Industri retail ini mengakibatkan salah satu pemain besar yaitu Hypermart terkena Imbasnya. PT Matahari Putra Prima Tbk menutup dua gerai Hypermart yang dianggap tak menguntungkan. Perusahaan menganggap penutupan gerai sebagai proses normal dalam menjalankan bisnis. Gerai yang tidak memberikan kontribusi positif pada akhirnya dapat berujung pada penutupan gerai dengan dampak langsung pada pengurangan tenaga kerja sebagai hal yang tidak dapat dihindari. Sampai saat ini ada dua gerai yang tutup karena berbagai faktor seperti lokasi yang sudah tidak mendukung. Matahari berfokus pada prinsip productivity, performance, dan efficiency (PPE) untuk mencapai tingkat maksimal antara kinerja dan effisiensi. Meski menutup dua gerai Hypermart, Matahari masih berekspansi membuka gerai-gerai baru multi-format, tidak hanya Hypermart, namun juga Foodmart, SmartClub & Boston HBC. Hypermart di daerah Bali akan lebih cocok jika konsepnya diubah menjadi foodmart karena masyarakat yang lebih suka sistem belanja yang cepat dan bernuansa nyaman. Sedangkan di Kelapa Gading, dia menjelaskan konsumen lebih menyukai bentuk wholesale.
loading...

No comments:

Post a Comment